1. Ekonomi Sederhana (Tertutup)
Dengan asumsi tidak adanya ekspor dan impor dan
tidak ada pemerintah maka komponen permintaan agregat (aggregate demand) atau
output sama dengan konsumsi (dengan notasi C) ditambah dengan investasi (dengan
notasi I).
Y = C + I (1)
Seperti telah disebut diatas output, Y sama dengan
income. Persamaan (1) diatas artinya bahwa output yang diproduksi oleh ekonomi
sama dengan aggregate demand dimana aggregate demand ini terdiri dari konsumsi
dan investasi. Output ini juga sama dengan income yang diterima oleh seorang
pelaku ekonomi (misalnya pengusaha) dan digunakan sebagian untuk konsumsi dan
sisanya akan digunakan untuk belanja barang modal guna melanjutkan proses
produksi berikutnya, belanja ini dikategorikan sebagai investasi untuk
memproduksi barang dan jasa selanjutnya.
Dengan demikian income (output) dari sisi produsen
digunakan untuk konsumsi (C) dan sisanya diinvestasikan (I). Dari sisi alokasi
income atau konsumen maka income yang didapat akan digunakan sebagian besar
untuk konsumsi dan sisanya akan ditabungkan (S), hal ini karena konsumen tidak
mempunyai usaha sendiri seperti halnya dengan produsen sehingga formula (1)
diatas dapat ditulis sebagai berikut:
Y = C + S (2)
Bila kedua persamaan diatas digabung maka didapat
C + I = Y = C + S (3)
Persamaan sebela kiri adalah komponen aggregate
demand atau output dan sebelah kanan adalah aloksi atau penggunaan income. Atau
output yang diproduksi sama dengan output yang dijual dan sama dengan income
yang diterima. Income yang diterima digunakan untuk konsumsi dan sisanya
ditabung. Persamaan diatas akhirnya menjadi:
I = S (4)
Saving sama dengan investasi, artinya sumber dana
untuk investasi berasal dari tabungan. Dari sisi aggregate, konsumen atau
private sektor tidak melakukan investasi sendiri terhadap uangnya yang berlebih
tetapi pada umumnya akan menyimpan uangnya di Bank sebagai tabungan (S) dan
bank akan menyalurkan dana tersebut kepada orang-orang yang membutuhkan berupa
kredit usaha atau investasi (I). Dari sisi individual saving yang dilakukan
oleh konsumen tidak berarti akan langung dialoksikan kepada kegiatan produktif
(productive investment), karena keterbatasan yang dimiliki oleh konsumen
sehingga mereka memerlukan jasa perbankan untuk melakukan kegiatan tersebut.
2. Konsumsi dan Investasi
Apabila tabungan berjumlah cukup besar, maka akan
digunakan untuk kegiatan menghasilkan kembali barang dan jasa yang diperlukan
konsumen. Dengan kata lain, tabungan akan digunakan melakukan investasi. Bila
digambarkan dengan rumus, maka akan didapat rumus berikut ini :
Y = C + S
Y = C + I sehingga I = S
Faktor – faktor yang mempengaruhi besar investasi
anatara lain:
1. Tingkat
bunga. Kenaikan tingkat bunga akan mempengaruhi keinginan untuk berinvestasi,
dan sebaliknya.
2. Jumlah
permintaan. Semakin besar jumlah permintaan konsumen terhadap barang dan jasa,
keinginan untuk melakukan investasi juga semakin besar.
3. Perkembangan
teknologi. Kemajuan teknologi juga akan meningkatkan keinginan untuk
berinvestasi, karena teknologi yang maju akan mengurangi biaya produksi dan
meningkatkan jumlah keuntungan.
Pengaruh
Inflasi dan Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Pengangguran di Indonesia
Salah satu titik awal kelahiran ilmu ekonomi makro adalah adanya permasalahan ekonomi jangka pendek yang tidak dapat diatasi oleh teori ekonomi klasik. Masalah jangka pendek ekonomi tersebut yaitu inflasi, pengangguran dan neraca pemba-yaran. Munculnya ekonomi makro dimulai dengan terjadinya depresi ekonomi Amerika Serikat pada tahun 1929. Depresi merupakan suatu malapetaka yang terjadi dalam ekonomi di mana kegiatan produksi terhenti akibat adanya inflasi yang tinggi dan pada saat yang sama terjadi pengangguran yang tinggi pula.
Salah satu titik awal kelahiran ilmu ekonomi makro adalah adanya permasalahan ekonomi jangka pendek yang tidak dapat diatasi oleh teori ekonomi klasik. Masalah jangka pendek ekonomi tersebut yaitu inflasi, pengangguran dan neraca pemba-yaran. Munculnya ekonomi makro dimulai dengan terjadinya depresi ekonomi Amerika Serikat pada tahun 1929. Depresi merupakan suatu malapetaka yang terjadi dalam ekonomi di mana kegiatan produksi terhenti akibat adanya inflasi yang tinggi dan pada saat yang sama terjadi pengangguran yang tinggi pula.
Inflasi (inflation) adalah
gejala yang menunjukkan kenaikan tingkat harga umum yang berlangsung terus
menerus. Dari pengertian tersebut maka apabila terjadi kenaikan harga hanya
bersifat sementara, maka kenaikan harga yang sementara sifatnya tersebut tidak
dapat dikatakan inflasi. Semua negara di dunia selalu menghadapi permasalahan
inflasi ini. Oleh karena itu, tingkat inflasi yang terjadi dalam suatu negara merupakan
salah satu ukuran untuk mengukur baik buruknya masalah eko-nomi yang dihadapi
suatu negara. Bagi negara yang perekono-miannya baik, tingkat inflasi yang
terjadi berkisar antara 2 sampai 4 persen per tahun. Tingkat inflasi yang
berkisar antara 2 sampai 4 persen dikatakan tingkat inflasi yang rendah.
Selanjut tingkat inflasi yang berkisar antara 7 sampai 10 persen dikatakan
inflasi yang tinggi. Namun demikian ada negara yang meng-hadapai tingkat
inflasi yang lebih serius atau sangat tinggi, misalnya Indonesia pada tahun
1966 dengan tingkat inflasi 650 persen. Inflasi yang sangat tinggi tersebut
disebut hiper inflasi (hyper inflation).
Didasarkan
pada faktor-faktor penyebab inflasi maka ada tiga jenis inflasi yaitu: 1)
inflasi tarikan permintaan (demand-pull inflation) dan 2) inflasi desakan biaya
(cost-push inflation) 3) inflasi karena pengaruh impor (imported inflation).
Inflasi tarikan permintaan (demand-pull inflation) atau inflasi dari sisi
permintaan (demand side inflation) adalah inflasi yang disebabkan karena adanya
kenaikan permintaan agregat yang sangat besar dibandingkan dengan jumlah barang
dan jasa yang ditawarkan. Karena jumlah barang yang diminta lebih besar dari
pada barang yang ditawarkan maka terjadi kenaikan harga. Inflasi tarikan permintaan
biasanya berlaku pada saat perekonomian mencapai tingkat penggunaan tenaga
kerja penuh dan pertumbuhan eko-nomi berjalan dengan pesat (full employment and
full capacity). Dengan tingkat pertumbuhan yang pesat/tinggi mendorong
peningkatan permintaan sedangkan barang yang ditawarkan tetap karena kapasitas
produksi sudah maksimal sehingga mendorong kenaikan harga yang terus menerus.
Inflasi
desakan biaya (Cost-push Inflation) atau inflasi dari sisi penawaran (supply
side inflation) adalah inflasi yang terjadi sebagai akibat dari adanya kenaikan
biaya produksi yang pesat dibandingkan dengan tingkat produktivitas dan
efisiensi, sehingga perusahaan mengurangi supply barang dan jasa. Pening-katan
biaya produksi akan mendorong perusahaan menaikan harga barang dan jasa,
meskipun mereka harus menerima resiko akan menghadapi penurunan permintaan
terhadap barang dan jasa yang mereka produksi. Sedangkan inflasi karena
pengaruh impor adalah inflasi yang terjadi karena naiknya harga barang di
negara-negara asal barang itu, sehingga terjadi kenaikan harga umum di dalam
negeri.
Pengangguran,
Inflasi Dan Pertumbuhan Ekonomi Di Indonesia
Seperti
yang telah diuraikan di atas, bahwa pada saat terjadinya depresi ekonomi
Amerika Serikat tahun 1929, terjadi inflasi yang tinggi dan diikuti dengan
pengangguran yang tinggi pula. Didasarkan pada fakta itulah A.W. Phillips
mengamati hubungan antara tingkat inflasi dan tingkat pengangguran. Dari hasil
pengamatannya, ternyata ada hubungan yang erat antara inflasi dengan tingkat
pengangguran, dalam arti jika inflasi tinggi, maka pengangguran akan rendah.
Hasil pengamatan Phillips ini dikenal dengan kurva Phillip.
Masalah
utama dan mendasar dalam ketenagakerjaan di Indonesia adalah masalah upah yang
rendah dan tingkat pengangguran yang tinggi. Hal tersebut disebabkan karena,
pertambahan tenaga kerja baru jauh lebih besar dibandingkan dengan pertumbuhan
lapangan kerja yang dapat disediakan
setiap tahunnya. Pertumbuhan
tenaga kerja yang lebih besar dibandingkan dengan ketersediaan lapangan kerja
menimbulkan pengangguran yang tinggi. Pengangguran merupakan salah satu masalah
utama dalam jangka pendek yang selalu dihadapi setiap negara. Karena itu,
setiap perekonomian dan negara pasti menghadapi masalah pengangguran, yaitu
pengangguran alamiah (natural rate of unemployment).
Pada tahun 1980-an, pengangguran terbuka di Indonesia meningkat hampir dua kali lipat yaitu dari 1,7 persen pada tahun 1980 menjadi 3,2 persen pada tahun 1990. Pertumbuhan pengangguran di perkotaan lebih tinggi daripada di pedesaan, yaitu meningkat dari 2,8 persen pada tahun 1980 menjadi 6,1 persen pada tahun 1990. Sebaliknya tingkat pengangguran di pedesaan menurun secara drastis yaitu dari 1,4 persen menjadi 0,1 persen.
Pada tahun 1980-an, pengangguran terbuka di Indonesia meningkat hampir dua kali lipat yaitu dari 1,7 persen pada tahun 1980 menjadi 3,2 persen pada tahun 1990. Pertumbuhan pengangguran di perkotaan lebih tinggi daripada di pedesaan, yaitu meningkat dari 2,8 persen pada tahun 1980 menjadi 6,1 persen pada tahun 1990. Sebaliknya tingkat pengangguran di pedesaan menurun secara drastis yaitu dari 1,4 persen menjadi 0,1 persen.
Dari sisi
pendidikan, tingkat pengangguran selama periode 1980 – 1990 pada semua tingkat
pendidikan memper-lihatkan kecenderungan yang meningkat. Seterusnya, tingkat
angkatan kerja berpendidikan di bawah Sekolah Dasar yang menganggur paling
rendah sedangkan yang berpendidikan tinggi adalah yang paling tinggi, yaitu
meningkat dari 1,8 persen pada 1980 menjadi 15,9 persen pada 1990.
Selanjutnya, tingkat pengangguran
di kota Indonesia selama periode 1971-1980 relatifnya rendah dan memperlihatkan
kecenderungan yang menurun. Menurut Manning (1984: 1-28), kadar pengangguran
rendah ini disebabkan karena: (a) besarnya kemampuan sektor informal menyerap,
bahkan menarik sejum-lah besar penganggur, (b) tingkat investasi pemerintah
yang tinggi dalam projek pembangunan dan prasarana sosial (sekolah, klinik
kesehatan dan lain-lain), dan (c) pertumbuhan sektor pertanian yang tinggi dan
adanya peluang pekerjaan baru di luar bidang usaha tani di pedesaan.
Model
Analisis Dengan Menggunakan Variabel Investasi, Tabungan
Dalam
perekonomian suatu negara, tabungan dan investasi merupakan indikator yang
dapat menentukan tingkat pertumbuhan ekonomi. Pembangunan ekonomi di
negara-negara berkembang (developing countries) termasuk didalamnya
pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi, memiliki dana yang cukup besar. Tetapi
di sisi lain, usaha pengerahan sumber dana dalam negeri untuk membiayai
pembangunan menghadapi kendala dalam pembentukan modal baik yang bersumber dari
penerimaan pemerintah yaitu ekspor barang dan jasa ke luar negeri, ataupun
penerimaan pemerintah melalui instrumen pajak
Krisis
ekonomi yang melanda Indonesia pada pertengahan tahun 1997 yang kemudian
menjadi krisis multidimensi berdampak kondisi Indonesia secara umum tidak hanya
terhadap sektor ekonomi saja. Nilai tukar rupiah yang terdepresiasi sangat
tajam, inflasi yang tinggi, menurunnya kepercayaan investor untuk berinvestasi
di Indonesia, merupakan beberapa akibat dari krisis ekonomi tersebut. Lambat
laun, dengan beberapa kali perubahan struktur politik dan penerapan
kebijakan-kebijakan oleh pemerintah, kondisi Indonesia menunjukan perubahan
yang lebih baik dan kondisi perekonomian yang stabil.
Di
Indonesia, untuk membiayai pembangunan nasional yang mencakup investasi
domestik, sumber dananya dapat bersumber dari tabungan nasional dan pinjaman
luar negeri. Namun, karena terbatasnya jumlah dana serta pinjaman yang
diperoleh dari luar negeri, maka diperlukan tabungan nasional yang lebih tinggi
sebagai sumber dana yang utama.
Perlunya
tabungan nasional ini dibuktikan dengan adanya saving-investment
gap yang semakin melebar dari tahun ke tahun yang menandakan bahwa
pertumbuhan investasi domestik melebihi kemampuan dalam mengakumulasi tabungan
nasional. Secara umum, usaha pengerahan modal dari masyarakat dapat berupa
pengerahan modal dari dalam negeri maupun dari luar negeri. Pengklasifikasian
ini didasarkan pada sumber modal yang dapat digunakan dalam pembangunan.
Pengerahan modal yang bersumber dari dalam negeri berasal dari 3 sumber utama,
yaitu : pertama, tabungan sukarela masyarakat. Kedua, tabungan pemerintah, dan
ketiga tabungan paksa (forced saving or involuntary saving). Sedangkan
modal yang berasal dari luar negeri yaitu melalui pinjaman resmi pemerinyah
kepada lembaga-lembaga keuangan internasional seperti International
Monetary Fund (IMF), Asian Development Bank (ADB), World Bank, maupun
pinjaman resmi bilateral dan multilateral, juga melalui foreign direct
investment (FDI).
Hollis
Chenery dan beberapa penulis lainnya telah mengenalkan pendekatan ‘dua-jurang’
pada pembangunan ekonomi. Dasar pemikirannya, ‘jurang tabungan’ dan ‘jurang
devisa’ merupakan dua kendala yang terpisah dan berdiri sendiri pada pencapaian
target tingkat pertumbuhan di negara kurang maju. Chenery melihat bantuan luar
negeri sebagai suatu cara untuk menutup kedua jurang tersebut dalam rangka
mencapai laju pertumbuhan ekonomi yang ditargetkan. Sumitro (1994:44) menjelaskan bahwa
kekurangan didalam perimbangan antara tabungan nasional dan investasi harus
ditutup dengan pemasukan modal dari luar yang berasal dari tabungan oleh
kalangan luar negeri.
Pada
negara berkembang dan miskin, kondisi yang paling menonjol adalah belum
terciptanya kondisi yang mendorong pada iklim dimana kegairahan untuk menabung
dan penanaman modal menunjukan tingkat yang menggembirakan. Sistem produksi
untuk meningkatkan pendapatan masyarakat masih menggunakan pola tradisional.
Masih terbatasnya sektor modern dan belum berfungsinya secara efektif dan
efisien institusi-institusi keuangan yang disebabkan oleh pola pikir masyarakat
yang masih tradisional menyebabkan pengerahan dana dari masyarakat mengalami
kesulitan.
sumber
: wartawarga.gunadarma.ac.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar